Kisah Derina Wanmang, Ibu Rumah Tangga Yang Saat Ini Masih Duduk di Kelas III SD Inpres Timika IX Sosoknya sangat sederhana dan bersahaja.

 

Usianya tidak muda lagi, namun semangatnya untuk menimba ilmu di bangku sekolah tidak pernah luntur. Itulah Derina Wanmang, seorang ibu rumah tangga yang saat ini tercatat sebagai siswi kelas III SD Inpres Timika IX, Distrik Iwaka Kabupaten Mimika. Anak sulung dari enam bersaudara ini lahir di Bioga Kabupaten Puncak pada 13 Juli 1980. Ia besar dari keluarga yang sederhana, ayahnya seorang petani bernama Karel Wanmang yang sudah almarhum dan ibunya Marta Kiwak hanya seorang ibu rumah tangga.

Derina kecil menghabiskan waktunya di Bioga Kabupaten Puncak. Saat usia sekolah, Derina tidak menempuh pendidikan Sekolah Dasar di Bioga karena orang tuanya tinggal di Timika, sementara dia hidup bersama keluarga sehingga kurang memperhatikan pendidikannya. Karena tidak sekolah, maka saat memasuki usia remaja Derina memutuskan langsung menikah dengan Robert Alom di Bioga. Ia dikaruniai seorang putri, Nomince Alom yang saat ini berusia 10 tahun dan duduk di kelas IV SD Inpres Timika IX.

Hidup Derina mulai berubah saat suami tercinta Roberth Alom meninggal dunia pada tahun 2014. Ia sangat terpukul dan akhirnya sang ibu memboyongnya ke Timika. Semenjak di Timika, ia mulai sadar bahwa ternyata pendidikan itu penting. Berkat dorongan dari ibunya, akhirnya pada tahun 2015 Derina mendaftar di SD Inpres Timika IX. Karena faktor usia maka ia langsung duduk di kelas 2. “Karena suami sudah meninggal jadi yang saya pikir sekarang itu hanya sekolah saja. Saya tau umur saya tidak muda lagi, tapi saya tetap semangat ke sekolah. Saya tetap berjuang karena masa depan hanya Tuhan yang tau jadi saya serahkan kepada Tuhan,” ujar Derina. Saat ini Derina dan anaknya Nomince sama-sama menempuh pendidikan di SD Inpres Timika IX. Ia baru saja naik dari kelas 2 ke kelas 3.

Sementara anaknya dari kelas 3 naik ke kelas 4. Walau anaknya berada satu tingkat diatasnya, namun hal itu bukan menjadi hambatan bagi Derina untuk tetap belajar di sekolah. Meski sudah berumur, namun Derina tidak pernah patah semangat untuk datang ke sekolah. Terkadang ia merasa minder karena teman-teman kelasnya masih berusia 8-9 tahun, sementara saat ini ia sudah berusia 36 tahun. Setiap hari, ia bersama anaknya menempuh perjalanan kurang lebih 2 kilometer dari rumah ke sekolah dengan berjalan kaki.

Saat pagi hari, ia menyiapkan sarapan untuk dia dan anaknya sebelum ke sekolah. Setelah itu ia berangkat bersama sang anak yang juga kakak kelasnya ke sekolah. Kata Derina ia tidak memiliki cita-cita yang muluk. Baginya masa depan dan seperti apa nasibnya ke depan hanya Tuhan yang tau. Di sekolah, ia juga termasuk anak yang rajin. Ia selalu mendengarkan pelajaran dengan baik. Terlebih semenjak program literasi kerjasama antara Pemkab Mimika, Yayasan Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Papua (YP2KP), Unicef dan didukung oleh Pemerintah Australia dan DFAT masuk ke sekolah, Derina mengaku sangat terbantu. Ia senang karena pelajaran yang diajarkan kebanyakan bermain dan bernyanyi sehingga ia mengaku lebih rajin ke sekolah.

Hal ini terbukti saat ini Derina sudah mulai lancar membaca dan menulis. Namun saat ke sekolah, Derina tidak mengenakan pakaian sekolah seperti teman-teman lainnya. Ia merasa usianya sudah tua sehingga tidak pantas lagi mengenakan seragam SD, ia lebih memilih pakaian biasa untuk datang ke sekolah. Hal ini juga tidak dipersoalkan oleh pihak sekolah. Bagi Derina, pakaian seragam tidak terlalu penting. Yang paling penting baginya adalah mendapatkan pelajaran di sekolah sehingga dia bisa membaca dan menulis. Saat ini Derina yang seorang single parents ini hidup bersama-sama dengan ibunya yang juga seorang single parents beserta anak dan adik-adiknya.

Dalam satu rumah mereka hidup enam orang. Karena single parents, Derina bersama sang ibunda Marta Kiwak menjadi tulang punggung di keluarga. Sepulang sekolah, ia membantu mamanya menjaga kios. Terkadang ia juga membantu mamanya ke kebun untuk menanam umbi-umbian seperti petatas, singkong, keladi dan beberapa tanaman lainnya. Hal ini ia lakukan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga dan membayar uang sekolahnya. Ibunda Derina, Marta Kiwak menuturkan Derina adalah sosok pekerja keras. Meskipun sibuk merawat buah hati dan membantu dirinya dalam mencari ekonomi keluarga, di rumah Derina tidak lupa belajar. Ia selalu meluangkan waktu untuk belajar di rumah. “Saya selalu dorong dia ke sekolah karena pendidikan itu penting.

Saya bilang, walaupun kita ini janda tapi jangan buru-buru kawin untuk kedua kalinya. Fokus dulu sekolah, jodoh itu nanti datang dengan sendiri. Serahkanlah semua pergumulan hidup kita kepada Tuhan,” ujar ibunda Derina, Marta Kiwak. Derina mengakui kalau dirinya mulai fokus sekolah setelah suaminya meninggal dunia. Dari lubuk hatinya, ada penyesalan karena saat usia anak-anak ia tidak menempuh pendidikan di Sekolah Dasar. Namun ia tidak mau larut dalam masa lalu itu. Baginya masa depan jauh lebih penting.

Katanya, ia harus bangun dan bangkit untuk menata kembali hidupnya sepeninggal kepergian suami tercinta. Masa lalu biarlah menjadi palajaran untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Tidak semua orang bisa memiliki semangat ke sekolah seperti Derina. Di usianya yang ke 36 tahun, ia masih duduk di kelas 3 SD Inpres Timika IX. Masih banyak orang orang yang usianya sudah tua namun tidak menempuh pendidikan yang layak. Karena itu semoga muncul lagi Derina-Derina lain sehingga masyarakat Mimika, Papua dan Indonesia pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang layak atau minimal memiliki semangat seperti Derina. Mari kita sama-sama dukung pendidikan untuk memajukan anak-anak Papua dan anak-anak Indonesia.

Sekian

Tim YP2KP